Muhammad Afdhal, 31, warga
Pakasai, Pariaman Timur berhasil menjadi satu di antara enam kandidat
penerima Kalpataru dari Sumbar. Ayah empat anak ini bukan main
bahagianya. Ia merasa kerja kerasnya selama bertahun-tahun mengolah
sampah menjadi bahan bakar minyak, mendapat perhatian khusus dari
berbagai kalangan.
Sederhana. Itulah
kepribadian penemu BBM dari sampah ini. Di balik kesederhanaannya
itu, siapa sangka suami Lena Haryati ini memiliki ide cemerlang.
Mengubah sampah plastik yang merupakan ”racun” bagi kesuburan tanah
menjadi barang berharga bernilai tinggi, seperti BBM.
Temuannya itu sudah diuji coba. BBM
jenis gasoline (bensin) mampu menghidupkan mesin sepeda motor.
Sedangkan BBM jenis kerosine (minyak tanah) dipakai untuk bahan
bakar kompor. Begitu juga jenis bahan bakar gas, juga sudah melalui uji
coba. Semua hasil temuannya itu sudah ia gunakan untuk kebutuhannya
sehari-hari, tak ada lagi antre BBM dalam kehidupannya.
Peralatan dan cara kerja eksperimen yang
dilakukan M Afdhal sangat sederhana. Memanfaatkan barang-barang bekas
di bengkel tempat ia bekerja. Alat pembakaran menggunakan tabung
sederhana. Sedangkan kelengkapan lain dirakit dan dirancang sendiri
sesuai kebutuhan eksperimen.
Ia mengungkapkan, ketertarikan
bereksperimen untuk menghasilkan sesuatu yang baru, muncul sejak ia
berusia 10 tahun. Namun, niatnya itu pupus karena desakan ekonomi.
Setamat SLTA, Afdhal merantau dan melupakan sementara niatnya itu.
Setelah beberapa puluh tahun melanglang
buana di perantauan, Afdhal pulang kampung ke Pakasai, Pariaman. Ia
membuka usaha pembuatan terali dan modifikasi motor untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi istri dan anak-anaknya.
Sembari menjalankan usaha terali dan
modifikasi motor bersama dua rekannya, Afdhal pun mulai membangun
mimpinya. Melakukan berbagai eksperimen untuk melahirkan sesuatu
yang baru. Ya, sesuatu yang bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak.
Begitu niatnya.
”Saya memiliki mimpi, nantinya kita tak
lagi menjerit kalau BBM naik, karena kita sudah bisa memproduksinya
sendiri, dari bahan bekas pula. Bumi bersih karena sampah sudah jadi BBM
dan bumi pun aman karena kita tak lagi mengeruk isi perutnya demi
BBM,”ujarnya kepada Padang Ekspres, kemarin.
Meski latar belakang pendidikan
formalnya tak tinggi-tinggi amat, hanya tamat SLTA, kemampuan teknis
yang dia kuasai banyak didapat dari pendidikan informal, ikut program
pelatihan dan keahlian. Afdhal sangat menguasai ilmu kimia dan
elektronika. Dalam menemukan formula BBM dari sampah ini, bukannya hal
mudah baginya.
Cukup banyak pengorbanan. Tubuhnya
banyak mengalami luka bakar. Maklum, namanya saja coba-coba. Kini, dia
sedikit lega. Perhatian Pemko Pariaman terhadap penemuannya mulai
mengalir. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pariaman membiayai
pembuatan mesin reaktor pembakar sampah plastik jadi BBM atau juga
dikenal dengan nama mesin pirolisis.
Kapasitas produksi reaktor ini dalam
sekali operasional mengubah 110 kg gelas plastik mineral menjadi 100
liter BBM. Atau dari 130 kg kantong plastik dan sejenisnya menjadi 100
liter BBM.
Saat ini, alat tersebut sudah berada di
salah satu toko kompleks Pasar Produksi Jati Pariaman. Di sanalah
Afdhal menjalankan produksinya, karena mesin itu baru saja selesai
pembuatannya. Sebelumnya, Afdhal memproduksi sendiri BBM dari sampah di
bengkel sederhana miliknya yang berlokasi di depan rumahnya. Ia
berharap temuannya itu segera mendapat hak paten, hingga pengorbanannya
tidak sia-sia.
Menjadi satu dari enam kandidat penerima Kalpataru utusan Sumbar, Afdhal mengaku sangat bahagia.
Kepala BLH Kota Pariaman Definal
optimistis Afdhal bisa meraih posisi puncak penerima Kalpataru, karena
idenya memang baru pertama di Indonesia. Serta jika benar-benar
diaplikasikan akan berdampak terhadap kehidupan orang banyak. ”Apalagi
ia masih muda, sehingga temuannya ke depan itu bisa dimanfaatkan untuk
masa selanjutnya,” ujarnya. (***)
dikutip dari: http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=28613
0 komentar:
Posting Komentar